animation

tentang penulis

Foto saya
akhirat, neraka, Indonesia
berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan

Senin, 22 Maret 2010

Kriminalisasi Nikah Sirri Sebuah Kedangkalan Berhukum

Kriminalisasi Nikah Sirri Sebuah Kedangkalan Berhukum

Polemik nikah sirri tidak akan pernah ada habisnya sampai kapanpun ketika banyak orang yang pro dan kontra. Antara pro dan kontra pastinya sudah memilki alasan tersendiri untuk memperkuat postulatnya dalam menjustifikasi Nikah sirri. Sebenarnya nikah sirri sudah ada sejak dulu, khususnya pada masyarakat yang beragama islam dan sekarang telah mengakar dalam realitas kehidupan.
Sampai detik ini, nikah sirri masih menjadi suatu bentuk perkawinan yang berlaku dalam masyarakat. Kata sirri berasal dari bahasa Arab, yang berarti secara diam-diam. Namun demikian, dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia, nikah sirri merupakan nikah yang tidak dicatat secara resmi oleh Pegawai Pencatat Nikah (KCS maupun KUA) sehingga tidak ada buku kutipan akta nikah sebagai bukti otentik adanya perkawinan yang sah menurut system hokum Indonesia.
Keberlakuan nikah sirri di dalam masyarakat muslim di Indonesia sangat dipengaruhi pemahaman sebagian ulama yang menyatakan bahwa nikah sirri hukumnya sah. Karena menurut fikih, suatu perbuatan adalah sah apabila dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Dengan demikian, apabila suatu perkawinan telah dilakukan dengan memenuhi syarat seperti kedua mempelai tidak memiliki halangan untuk menikah, baik karena agama, hubungan darah, semenda, atau sesusuan dan rukun yang mencakup kedua mempelai, dua orang saksi, wali, dan ijab qobul maka perkawinan seperti ini telah memenuhi kategori sah.
Namun tujuan nikah Sirri yang mulia, Dalam praktik di masyarakat, nikah sirri sering dijadikan sebagai sarana untuk mengesyahkan hubungan perselingkuhan. Dalam pengertian bahwa dengan nikah sirri, seorang laki-laki yang telah beristri tidak perlu repot-repot mengajukan permohonan ijin poligami ke Pengadilan Agama dan minta izin pada istrinya terlebih dahulu untuk dapat menikah lagi dengan perempuan lain. Akibat hukum dari nikah sirri adalah bahwa perkawinan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian, jika suatu saat ada sengketa yang muncul dalam perkawinan, para pihak yang menikah sirri tidak dapat memperoleh perlindungan hukum, karena seolah-olah tidak pernah terjadi perkawinan antara kedua belah pihak. Dalam hal ini, maka pihak perempuan dan anak adalah pihak yang sering menjadi korban. Pihak istri tidak dapat menuntut hak-haknya terhadap suami yang tidak bertanggung jawab, dan status hukum anakpun hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya apabila dicatatkan melalui Kantor Catatn Sipil.
Perkawinan dalam Islam merupakan suatu perjanjian yang kokoh. Sebagai suatu perjanjian yang kokoh maka sudah sepantasnya perkawinan dicatat secara resmi oleh Pegawai Pencatat Nikah. Jika dalam masalah hutang-piutang saja Islam mengajarkan agar ada pencatatan untuk menjamin kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak yang bertransaksi (Q.S. 2: 282), mengapa dalam perkawinan yang tidak hanya menyangkut masalah materi tetapi juga keturunan tidak dicatat? Bukankah di antara tujuan syariat adalah untuk menjaga keturunan, selain menjaga agama, jiwa, akal, dan harta. Apakah hanya karena tidak ada ayat maupun hadis yang secara tekstual mewajibkan pencatatan nikah kemudian tidak perlu ada pencatatan nikah? Bukankah menghindari bahaya akibat nikah sirri wajib untuk dilakukan? Dalam hal ini ada kaidah fikih yaitu Dar’ul masail tuqaddamu min jaldi al-masolih yang artinya menghindari kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik kemaslahatan.
Oleh karena itu, pencatatan nikah yang dapat menjamin adanya perlindungan hukum terhadap perkawinan merupakan syarat sah perkawinan dalam konteks saat ini. Dan begitu pula sebaliknya, perkawinan yang dilakukan tanpa dicatat secara resmi oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Namun, ketika nikah sirri dikriminalisasikan ada sebuah pertanyaan yang mensdasar yaitu yang salah nikah sirrinya atau orangnya. Bila kita tela’ah lebih dalam yang salah adalah orangnya bukan nikah sirrinya. Postulat yang mengungkapkan bahwa ketika ada sebuah masalah yang timbul dalam nikah sirri tidak bisa di adili, itu hanya karena kita berfikir logic-prosedural. Membayangkan berapa banyak perempuan dan anak yang akan terlantar, tidak jelas siapa suaminya maupun bapaknya, jika banyak terjadi nikah sirri dan banyak laki-laki yang tidak bertanggung jawab adalah sebbuah mitos. Itu karena lagi-lagi pradigma hokum kita adalah terlalu logic-prosedural.
Dampak positif :
1. meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain.
2. Mengurangi Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Dampak Negatif :
1. Berselingkuh merupakan hal yang wajar
2. Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi.
3. Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia.maupun di mata masyarakat sekitar.
4. Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai Pelampiasan Nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki.
Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak - dampak yang ada, semakin terlihat bahwasannya nikah siri lebih banyak membawa dampak negative di banding dampak positifnya merupakan sebuah pobia yang tak beralasan. Adapun pobia itu adalah Akibat hokum dari nikah siri itu sendiri adalah:
1. Sebagai seorang istri kita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin.
2. Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang dianggap nikah siri itu, akan terkatung-katung.Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran. Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran,”
3. Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
Sebenarnya, dampak negative di atas dapat diselesaikan tanpa mengkriminalisasi nikah sirri itu sendiri. Itu hanya dapat ketika ada sebua Dekontruksi Paradigma berhukum. Akhir kata, nikah sirri bila dikriminalisasikan adalah sebuah kedangkalan dalam memahami hokum. Kejelekan sebenarnya terletak pada tingkah polah manusianya bukan pada nikah sirrinya. Ketika paradigma hukum kita tidak hanya sekedar logic-prosedural atau formal an sic nikah sirri bukanlah sebuah pobia dalam mengarungi hidup rumah tangga. #

Tidak ada komentar: