animation

tentang penulis

Foto saya
akhirat, neraka, Indonesia
berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan

Senin, 16 November 2009

Euthanasia dalam perspektif islam

EUTHANASIA (QATLU Al-RAHMAH)
DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM


I. Latar Belakang Masalah
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Karena syari’ah bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits. Dimana dari kedua sumber inilah segala aturan kehidupan diberlakukan. Dalam islam, yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits tindakan membunuh orang diberlakukan hukum qisosh, dan diyat. Semua itu tergantung intensitas dalam perbuatan pembunuhan yang dilakukan.
Dalam QS. Annisa’ 29 menerangkan bahwa Allah berfirman untuk tidak membunuh diri sendiri. Namun, Dengan berkembang pesatnya tekhnlogi zaman sekarang, banyak sekali kejadian-kejadian aneh yang tak terkira. Sebut saja perbuatan euthanasia (Qatlu Rahmah), yaitu pembunuhan atas permintaan si pasien karena penyakitnya tidak mungkin dapat disembuhkan dan kalau hidup hanya merasa sengsara. Dengan maraknya perbuatan ini, banyak sekali perbedaan pandangan dalam masyarakat. Ada masyarakat yang mengesahkan euthanasia dalam kehidupan mereka dan banyak sekali juga masyarakat yang belum bisa menerima perbuatan euthanasia.
Sedangkan dalam Islam sendiri kalau ditelisik sekilas saja euthanasia merupakan pembunuhan yang disengaja. Ukuran dari kesengajaan ini adalah adanya niat si pelaku, hanya bedanya pelaku dapat izin dari si korban. Dalam islam tindakan membunuh orang diberlakukan hukum qisosh atau diyat yaitu pembalasan yang setimpal. Hukuman ini kalau si pembunuh tidak mendapat izin dari si korban dan keluarga si korban. Lalu bagaimana islam memandang perbuatan euthanasia? Apakah tetap akan diqisash atau diyat atau ta’zir oleh penguasa/ hakim?
II. Permasalahn
Dalam uraian latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah:
A. Pengertian Euthanasia
B. Bagaimana Islam Memandang Perbuatan Euthanasia?
III. Pembahasan
A. Pengertian Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari kata euthanathos, yaitu eu berarti baik dan thanathos yang berarti mati. Jadi Euthanasia berarti mati tanpa derita atau dengan tenang. Sehingga dapat diambil sebuah pengertian bahwa Euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dengan maksud membebaskan pasien dari penderitaan yang tak tersembuhkan.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu euthanasia dalam arti yang sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu, euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggung jawabkan bila orang yang bersangkutan menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan.
Sedangkan Yusuf Qardawi memberikan definisi euthanasia dengan istilah Qatl al-Rahmah atau Taisir al-Maut, kedua istilah tersebut merujuk pada suatu perbuatan euthanasia.
Jelas sekali bahwa, euthanasia merupakan pembunuhan yang disengaja namun, dalam prakteknya pembunuhan ini mendapat kerelaan oleh si korban atau dari keluarga korban. Sehingga dalam penerapan hukumannya banyak sekali madzhab yang berbeda.
Euthanasia dalam pandangan islam merupakan salah satu bentuk dari pembunuhan sengaja. Menurut Abdul Qadir al-Audah mendefinisikan pembunuhan merupakan:
Menghilangkan nyawa manusia dengan sebab perbuatan manusia yang lain.

Sedangkan Tahrir Mahmud dalam bukunya Criminal Law In Islam and The Muslim World memberikan defenisi:
“Qatl” means doing of an act by a person due to which the death of a human being accurs and includes qatl-i-amd, qatl shibh al-amd, qatl-i-khata’ and qatl bil sabab.
(pembunuhan berarti suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dilakukan oleh seseorang hingga menyebabkan terjadinya kematian orang lain dan termasuk diantaranya pembunuhan disengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan tersalah, dan pembunuhan karena sebab)

B. Macam-Macam Euthanasia
Secara garis besar, Euthanasia dalam dunia medis dibagi menjadi dua yaitu:
1. Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.
Contoh: misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita.

2. Euthanasia Aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seseorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya menggunakan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
Contoh: misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernafasannya sekaligus.
a) Pasien Telah Mati
Bila pasien telah meninggal dunia, maka orang yang disuruh dapat sikenai hukuman. Dalam memberikan sanksi terhadap pelaku euthanasia terdapat kaidah bahwa pada dasarnya, telah ditetapkan dalam hukum islam kerelaan dan persetujuan korban atas pidana yang menimpanya (rela menjadi obyek pidana) tidak membuat pidana tersebut menjadi boleh dan tidak mempengaruhi pertanggung jawaban pidana kecuali bila kerelaan dan perstujuan tersebut menghapuskan salah satu unsur asasi tindak pidana.
Kaidah umum ini ditetapkan oleh hukum islam secra akurat terhadap semua tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan.
b) Pasien Tidak Jadi Mati
Dalam kode etik kedokteran Indonesia melarang akan adanya tindakan euthanasia aktif. Dengan kata lain, dokter tidak boleh bertindak sebagai penentu kematian si pasien. Dokter adalah orang yang menyelamatkan atau memelihara kehidupan, bukan orang yang menentukan kehidupan itu sendiri. Sehingga ada juga pasien euthanasia yang tidak jadi meninggal dunia.
Jika dilihat sekilas euthanasia seperti halnya bunuh diri, akan tetapi sebenarnya ada perbedaan yang signifikan. Jika eutanhasia adalah perbujatan bunuh diri yang dilakukan oleh orang lain karena suatu alasan tertentu. Maka bunuh diri merupakan tindakan mengakhiri dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain karena suatu tekanan atau kondisi kejiwaan (tindakan spontan tanpa melalui pertimbangan terlebih dahulu).
C. Euthanasia dalam Pandangan Islam
Dalam sistem hukum pidana Negara kita menyebutkan euthanasia sebagai salah satu tindak pidana yang tercantum dalam pasal 344 KUHP menyebutkan bahwa,
“Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”

Sedangkan menurut pandangan islam, yang tertuang dalam Allah telah berfirman dalam kalamnya:
   …………    •     

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ………. dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Dari uraian dalil al-Qur’an di atas sangatlah jelas sekali bahwa membunuh diri sendiri adalah sebuah larangan. Tidak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi perbuatan bunuh diri. Untuk hukumannya adalah qishas, namun hukuman itu harus dilihat dari konteksnya.
Dalam islam jelas-jelas menyebutkan bahwa membunuh diri adalah sebuah larangan. Karena tidak ada alasan pembenar dan pemaaf.
Sehingga hukuman bagi orang yang menyuruh dan yang disuruh Secara logika sederhana, maka itu adalah termasuk percobaan pembunuhan. Baik orang yang menyuruh dan yang disuruh dikenai ta’zir oleh hakim, karena dalam perbuatan tersebut belum adanya korban jiwa dan baru percobaan.
Dalam kitab At Tasyri’ al jina’I al-Islami dijelaskan ada beberapa perbedaan mengenai sanksi yang perlu ditetapkan. Bahasa yang digunakan dalam kitab abdul Qadir al-Audah dalam menerjemahkan Euthanasia adalah Ridhoul Majni alaihi bil Qat l (rela untuk dibunuh).
Pendapat ulama tentang Ridhoul Majni alaihi bil Qatl (rela untuk dibunuh);
a. Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah dan muridnya berpendapat bahwa ”rela untuk dibunuh” tidak membuat perbuatan tersebut menjadi boleh karena keterpeliharaan dan keselamatan jiwa tidak boleh dihapuskan kiecuali atas ketentuan syara’ sedangkan ”rela dibunuh” tidak termasuk diantara ketentuan tersebut. Maka dari itu, kerelaan dianggap tidak ada dan tidak memiliki pengaruh terhadap perbuatan tersebut sehingga perbuatan tersebut tetap diharamkan. Hukum qisas tertolak dan digantikan dengan diyat.
b. Madzhab Maliki
Pendapat Maliki tidak jauh beda dengan Hanafi, yaitu qisas telah tertolak dan wajib mengganti diyat karena mendapat izin.
c. Madzhab Syafi’i
Imam Syafi’i berpenmdapat ”rela dibunuh” dapat menggugurkan qisas dan diyat sekaligus meskipun tidak membuat perbuatan itu menjadi boleh dan tidak mengugurkan hukuman. Jadi hukumannya adalah ta’zir.
d. Madzhab Hanbali
Imam hanbali dan murid-muridnnya berpendapat bahwa ”rela dibunuh” dapat mengggugurkan hukuman atas diri pelaku karena korban memiliki hak untuk memaafkan dari hukuman dan mengampuni pembunuhan.
Karena itu, apapun alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita), tindakan euthanasia aktif tersebut jelas tidak dapat diterima. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lain yang tidak diketahui dan terjangkau oleh manusia. M. Cerif Bessioni menyatakan bahwa:
“legal-political-social system of islam is unlike any other legal-political-social system, Islam is integrated concept of life in this world and in the hereafter. ”
(System hukum, politik dan social dalam islam tidak seperti system yang lain, islam adalah penyatuan konsep hidup di dunia dan di akherat).

Mengenai euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam kategori menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Penggunaan dan penghentiaan alat-alat bantu itu sendiri termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga menurut pendapat Abdul Qadir Zalum yang dikutip oleh dr. Hasnafi, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien (setelah matinya atau rusaknya organ otak) hukumnya boleh (jâ’iz) bagi dokter. Jadi, ketika dokter mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, ia tidak dapat dikatakan melakukan pembunuhan terhadap pasien.





IV. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, euthanasia merupakan pembunuhan yang disengaja, namun dalam pembunuhan tersebut dititik beratkan pada euthanasia aktif bagi pelaku mendapat izin dari sikorban atau keluarga korban, maka hukumannya adalah diyat, dan apabila tidak mampu membayar diyat maka dengan kebijakan hakim dapat dita’zir oleh hakim atau penguasa. Sedangkan bagi dokter dan korban yang tidak jadi meninggal dunia dalam euthanasia aktif hanya dikenai ta’zir karena telah melakukan percobaan pembunuhan. (penggabungan teori hukuman dari Imam Hanafi dan Imam Syafii).
Sangat berbeda sekali dengan euthanasia pasif yang memang dokter sudah tidak mampu menangani penyakit itu lagi dan mencabut pengobatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien sehingga si pasien telah meninggal dunia. Hal demikian tidak mendapat hukuman.
V. Saran
Sungguh kecongkakan dan kesombongan intelektual bila pemakalah menganggap pemaparan dalam makalah ini sempurna atau bersifat final. Oleh karena itu, pemakalah berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini berkenan memberikan kritik yang konstruktif ataupun mendekonstruksi substansi maupun metodologi bila memang diperlukan. Demikian pemaparan tentang Euthanasia (Qatl al-Rahmah) dalam Pandangan Hukum Pidana Islam. Tentunya dalam pemaparan makalah kami ini masih banyak kekurangan baik dari segi substansi materi maupun segi metodologi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam kancah intelektual.Amiin










Daftar Pustaka

 al-Qair Abd al-Audah, At Tasyri’ al jina’I al-Islami, Muqaranan bil Qanuniil Wad’i, Juz II, Darul Kitab al Arabi: Beirut, tt.

 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjamahannya, Bandung: PT Syamail Cipta Media, tt

 Cherif M. Bassioni, The Islamic Criminal Justice System, Oceania Publication: United State of America, 1982.

 Chr Pueaw J. Widyana, “Euthanasia” beberapa soal moral berhubungan dengan quantum, Antropologi Teologis II, 1974.

 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Pidana, Sinar Grafika: Jakarta, 2003.

 Salafudin Muhammad, skripsi: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 344 KUHP Tentang Sanksi Hukum Bagi Pelaku Euthanasia, IAIN Walisongo: Semarang, 2009.

 Tahrir Mahnud, Criminal Law In Islam and The Muslim World, Jamal Nagar Delhi: Jogabai Extention, 1996.
s
 Utomo, Setiawan Budi.. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.

 Qardawi Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Gema Insani Press: Jakarta, 1999.

 Yoyo Petrus Karyadi, Euthanasia dalam perspektif hak asasi manusia, cet.I., Media Persindo: Yogyakarta.tt

 http: www.wordpress.com, 2007/ 01/13, bagaiman/ islam /memandang/ euthanasia. #

Tidak ada komentar: