animation

tentang penulis

Foto saya
akhirat, neraka, Indonesia
berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan

Rabu, 29 April 2009

pemikiran Ibnu Taymiah

Study Kritis Terhadap Pemikiran Ibnu Taimiyah


I. Pendahuluan
Setelah Islam mampu menancapkan kukunya di dalam dunia, islam telah banyak melahirkan banyak mujtahid. Lahirnya tokoh-tokoh ini tidak lain visinya adalah ingin mengembalikan kemurnian ajaran islam yang telah banyak tercemar oleh bid’ah dan khurafat. Salah satu tokoh yang berpengaruh pada abad ke-VII hijriyah adalah Ibnu Tamiyah, yang terkenal sebagai Ulama Fundamentalis. Situasi sosio-politik dan sosio-religius yang sangat kacau pada waktu itu telah membuat tokoh ini menjadi hebat. Dia dilahirkan pada waktu islam mengalami disintregasi politik, dislokasi sosial, dan dekadensi akhlak serta moral. Seperti yang diketahui, sudah lama kekuasaan Abbasiyah telah hilang. Dan pemerintahan tidak bertahta di Baghdad, melainkan berada pada wilayah-wilayah daerah-daerah baik yang bergelar sultan, raja atau amir.
Sebagai ilmuwan, Ibnu Taimiyah telah mendapatkan reputasi sebagai seseorang yang berwawasan luas, pendukung kebebasan berfikir, tajam perasaan, teguh pendirian dan pemberani serta banyak menguasai ilmu agama. Dia seorang ahli dalam bidang tafsir, hadis, teologi dan fiqih, khususnya fiqih Hambali. Dari Ibnu Taimiyah, telah menambah akumulasi dunia pengetahuan dalam islam yang dapat berguna dan sebagai refrensibagi generasi umat islam masa kini. Tidak jarang Ilmuwan ini masuk keluar penjara karena olah nalar kritisnya yang selalu menentang arus kemapanan pada waktu itu. Sehingga banyak sekali orang-orang disekitarnya memebencinya. Ibnu Taimiyah pun mendapat predikat sebagai salah satu ekstremis Islam. Untuk lebih mengenal lebih jauh siapa sebenarnya Ibnu Timiah dan bagaimana pemikiran dia pada waktu, maka pemakalah akan menguraikan beberapa isi makalah. Diantaranya adalah:
1. Riwayat hidup Ibnu taimiyah
2. Hasil karya dan pemikiran Ibnu Taimiyah


II. Pembahasan
A. Riwayat Hidup Ibnu taimiyah
Nama lengkap Ibnu Tainmiyah adalah Abu Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abd al-Salam Abdullah bin Mohammad bin Taimiyah. Dia dilahirkan di Haran dekat Damaskus, Suria pada tahun 661 H atau 1263 M. . Dan para ahli sejarah menuliskan nama lengkapnya dengan: Taqiy al-Din Abu al-‘Abbas Ahmad ibn ‘Abd al-Halim ibn ‘Abd al-Salam ibn Abi al-Qasim ibn Muhammad ibn Taimiyah al-Harrany al-Dimasyqy.
lima tahun seajak jatuhnya Baghdaad ke tangan bangsa Tatar. Ayahnya Abu mahasin Abdu al-Halima adalah seorang Ulama terkemuka dari Madzhab hanbali. Bahkan kakeknya, Syaikh al-Islam Abu barakat Abdu al-Salam bin Abdullah juga sebagai salah seorang ahli fiqh Hambali yang juga ahli Hadits dan Tafsir. Di Damaskus semula dia belajar dari ayahnya sendiri, kemudian berguru pada Ali Zain Al-Din Al-Muqaddasi, Najm al-Din bin Asakir, Zainab binti Makki dan lain-lain. Pada usia dua puluh tahun ketika ayahnya tutup usia, dia mulai memperlihatkan perhatian besar untuk mempelajari fiqh Hambali, disamping mendalami ilmu-ilmu al-Qur’an, Hadits dan teologi.
Dengan kecerdasannya dalam filsafat, politik dan ijtihad pemikiran, Ibn Taimiyah dapat melihat urgensi menyusun prioritas dalam menghadapi tantangan dan ancaman, sehingga dia berjuang mengangkat senjata bersama negara Mamalik, dan mendukung sultan dengan fatwanya. Pada saat yang bersamaan dengan penindasan negara terhadapnya sampai dia meninggal dalam penjara. Semua itu merupakan pengetahuannya terhadap bahaya dan ancaman yang utama, yaitu Tartar yang mengancam eksistensi Islam dengan kehancuran. Atas dasar inilah sikap dan peperangannya melawan para musuhnya yang banyak..
Ada beberapa faktor lain yang juga dapat disimpulkan sebagai penyebab kecemerlangan pemikiran Ibnu Taimiyah di kemudian hari. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan hafalan dan pemahamannya yang luar biasa. Di usia yang masih sangat kecil ia berhasil menyelesaikan hafalan al-Qur’annya. Setelah itu, ia pun mulai belajar menulis dan hisab. Kemudian membaca berbagai kitab tafsir, fikih, hadits dan bahasa secara mendalam. Semua ilmu itu berhasil dikuasainya sebelum ia berusia 20 tahun.
2. Kesiapan pribadinya untuk terus meneliti. Ia dikenal tidak pernah lelah untuk belajar dan meneliti. Dan itu sepanjang hidupnya, bahkan ketika ia harus berada dalam penjara. Mungkin itu pulalah yang menyebabkan ia tidak lagi sempat untuk menikah hingga akhir hayatnya.
3. Kemerdekaan pikirannya yang tidak terikat pada madzhab atau pandangan tertentu. Baginya dalil adalah pegangannya dalam berfatwa. Karena itu ia juga menyerukan terbukanya pintu ijtihad, dan bahwa setiap orang –siapapun ia- dapat diterima atau ditolak pendapatnya kecuali Rasulullah saw. Itulah sebabnya ia menegaskan, “Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa kebenaran itu terbatas dalam madzhab Imam yang empat.
Salah satu kisah unik yang menunjukkan kedalaman dan keluasan ilmu serta kecepatan nalar Ibnu Taimiyah adalah apa yang dikisahkan oleh muridnya, Shalih Taj al-Din. Ia menuturkan,
“Suatu ketika, aku hadir dalam majlis Syekh –maksudnya: Ibnu Taimiyah-. Ternyata ada seorang Yahudi yang bertanya kepada beliau tentang Qadar, dan pertanyaan itu telah dirangkai dalam delapan bait puisi. Ketika orang Yahudi itu selesai, (Syekh) pun berpikir sebentar, lalu mulailah ia menulis jawabannya. Ia terus menulis, dan kami mengira ia menulisnya dalam bentuk prosa. Setelah selesai, orang-orang yang hadir memperhatikan jawaban yang beliau tulis. Ternyata, jawaban itu terdiri dari berbait-bait puisi dengan langgam puisi yang sama dengan pertanyaan sang Yahudi, jumlahnya 184 bait. Dalam bait-bait itu, beliau menguraikan ilmu yang jika dijelaskan memerlukan 2 jilid besar.
Sesungguhnya ada banyak sisi menarik dari kepribadian seorang Ibnu Taimiyah. Dan hal itu tidak hanya disimpulkan oleh orang-orang dekatnya, namun juga diakui oleh orang-orang yang berbeda bahkan memusuhinya. Diantara sisi-sisi lain kepribadiannya adalah sebagai berikut:
Keteguhan ibadah dan kezuhudannya
Ibnu Taimiyah pernah mengatakan,
“Sungguh jika pikiranku terhenti pada satu masalah atau apapun yang sulit untuk kupahami, maka aku akan beristighfar kepada Allah Ta’ala seribu kali atau lebih, hingga akhirnya dadaku dilapangkan dan kekaburan masalah itu menjadi jelas.”

Dalam al-‘Uqud al-Durriyah (hal. 105) –salah satu biografi tentangnya yang ditulis oleh muridnya, Ibnu ‘Abd al-Hady- disebutkan,
“Bila malam hari tiba, ia pun menyendiri dari semua manusia, berkhalwat dengan Rabb-nya Azza wa Jalla merendahkan diri pada-Nya, menekuni bacaan al-Qur’an, mengulang-ulangi berbagai bentuk penghambaan siang dan malam. Dan bila ia telah masuk ke dalam shalatnya, sekujur tubuh dan anggota badannya bergetar hingga bergoyang ke kiri dan ke kanan.”.

Ibnu al-Qayyim –murid terdekatnya- mengatakan,
“Bila ia usai menunaikan shalat subuh, ia pun tinggal duduk (berdzikir) di tempatnya hingga matahari terbit dan mulai panas. Ia mengatakan, ‘Inilah sarapan pagiku, kapan saja aku tak melakukannya maka kekuatanku akan berguguran.”
B. Karya dan Pemikiran Ibnu Taimiah
Ibn Taimiyah bermazhab salafi. Dalam fikih, dia mengikuti mazhab imam Ahmad bin Hambal (164 - 241 H. = 780 - 855 M.), tetapi dia adalah seorang mujtahid bukan bertaklid, bahkan dia telah mencerminkan kebangkitan dalam pemikiran salafi dengan memberikan kepada mereka kemajuan logika dengan karya-karyanya dalam masalah filsafat, baik jawaban dan penolakannya terhadap pemikiran Yunani dan orang-orang yang terpengaruh dengannya maupun dalam alternatif islami yang berusaha dibentuknya. Begitu pula perjuangannya dalam membentuk ilmu mantik yang khusus bagi tauhid Islam dan bahasa Arab. Dia melihat adanya keterkaitan antara mantik, akidah dan bahasa, perkara yang mendorongnya untuk menolak mantiknya Aristoteles sebagai mantik bagi Islam dan bahasanya.
Ibnu Taimiyah meninggalkan cukup banyak karya yang menunjukkan perhatiannya yang cukup dalam terhadap Tasawuf. Beberapa karyanya dimana ia banyak menyinggung tema-tema sentral yang biasa diangkat para sufi, diantaranya adalah:
1) al-Furqan baina Auliya’ al-Rahman wa Auliya’ al-Syaithan.
2) al-Tuhfah al-‘Iraqiyyah fi A’mal al-Qulub
3) al-‘Ubudiyyah
4) Darajat al-Yaqin
5) al-Risalah al-Tadmuriyah
6) Risalah fi al-Sama’ wa al-Raqsh
7) Term al-Tashawwuf dan al-Suluk dalam kumpulan fatwanya, Majmu’ Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah.
Ibn Taimiyah telah meninggalkan banyak warisan pemikiran. Dari dalam, dia memperbarui (tajdid) fikih dan logika Islam. Sebagaimana dia juga meninggalkan berjilid-jilid fatwa yang merupakan cerminan hidupnya. Dia masih menjadi pemilik proyek pembaruan yang paling banyak pengaruhnya dalam pemikiran kita, pemikiran modern dan kontemporer, bahkan yang paling banyak menimbulkan perdebatan juga.
Secara umum Ibnu Taimiyah, meletakkan dasar pemikirannya terhadap pemurniannya pada syari’at. Seperti masalah fiqh (hukum islam). dan tasawuf Yang menjadi obyek kritikan adalah khalifah Umar bin Khattab. Khalifah kedua setelah Nabi itu, dituduh banyak sekali melakukan bid’ah-bid’ah. Dalam buku-buku karangannya seperti dalam "AI-Munazharah fil Aqidah Al-Wasithiyah" dan "Al-Aqidah al-Hamiwiyah al-Kubra" ia menerangkan bahwa dasar mazhabnya ialah menjelaskan ayat-ayat dan hadis-hadis nabi yang bertalian dengan sifat Tuhan yang menurut arti lafadznya yang lahir, yakni secara harfiah saja.
Bagi Ibnu Taimiyah, Tuhan mempunyai muka, tangan, mata, rusuk duduk bersila,datang dan pergi dan cahaya langit dan bumi, kerana hal itu semuanya tersebut dalam al-Quran, katanya,”Tuhan berada di atas langit, boleh ditunjuk dengan anak jari ke atas, Tuhan mempunyai anak jari, mempunyai tumit kaki, mempunyai tangan kanan,mempunyai nafas, turun naik dan Tuhan itu "masa", kerena semuanya itu tersebut dalam hadis yang sahih-sahih, Hal ini juga tidak bertentangan dengan prinsip keesaan Allah dan Tanzih berbeda dari semua itu. kata Ibnu Taimiyah.” Oleh sebab itu, ia tidak membuang sifat-sifat dari Allah seperti yang dilakukan oleh kaum Mu’tazilah tetapi tidak juga menggambarkan Allah dengan sifat-sifat benda seperti yang dilakukan oleh kaum Mutasyabihat.

III. Kesimpulan
pandangan-pandangan khas Ibnu Taimiyah tentang Tasawuf. Tetapi dari uraian di atas, setidaknya ada titik-titik penting yang dapat disimpulkan seputar hubungan antara Tasawuf dan sosok Ibnu Taimiyah sendiri. Setidaknya dari sini dapat terungkap bahwa kontroversi Ibnu Taimiyah dalam menyikapi Tasawuf dan fiqh yang berkembang di zamannya. Tidak lebih dari sebuah wujud kegelisahan dan kekhawatirannya jika jalan sufi itu justru tidak mencapai tujuan tertingginya; yaitu mengantarkan seorang hamba menuju Allah Ta’ala. Fiqh pun harus di dasarkan pada sesuatu yang murni dari al-Qur’an. Itulah sebabnya, ia selalu berusaha mengikat pandangan-pandangan Tasawufnya dengan wahyu. Maka tidaklah mengherankan jika ia sering merujuk kepada pandangan-pandangan para syekh sufi generasi awal –yang dalam pandangannya masih teguh menjaga jalan sufi ini tetap dalam bingkai wahyu dan tidak dipengaruhi oleh ide-ide asing-.
IV. Saran
Sungguh kecongkakan dan kesombongan intelektual bila pemakalah menganggap pemaparan dalam makalah ini sempurna atau bersifat final. Oleh karena itu, pemakalah berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini berkenan memberikan kritik yang konstruktif ataupun mendekonstruksi substansi maupun metodologi bila memang diperlukan. Demikian pemaparan tentang ”Pemikiran Ibnu Taimiyah”. Tentunya dalam pemaparan makalah kami ini masih banyak kekurangan baik dari segi substansi materi maupun segi metodologi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam kancah intelektual.Amiin.























Daftar Pustaka

- Sadzali Munawir, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1990.
- Katsir Ibnu, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Maktabah al-Ma’arif, Beirut, Cetakan pertama, Tahun,1966.
- Blogger al-Islam.http://www. Al-islam.blogspot.com,
- Aceh Abu Bakar, Sejarah Filsafat Islam, Semarang: Ramadhan, 1970.
- http://groups.yahoo.com/group/Astronomi_Malaysia/,
- Madzkur Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1995. #

Tidak ada komentar: