Hukum Aqad Nikah Tidak Semajelis
A. PENDAHULUAN
Salah satu usaha agar manusia tetap menjaga eksistensinya adalah dengan bereproduksi. Mustahil manusia dapat regenerasi tanpa melakukan reproduksi. Namun, reproduksi manusia bukanlah seperti hewan, yang cenderung tidak menggunakan aturan main. Perbedaan yang sangat mencolok adalah manusia diberi akal dan keyakinan disbanding dengan hewan. Maka dari itu setiap tingkah laku manusia dipengaruhi oleh akal dan keyakinan manusia itu.
Begitupun manusia dalam bereproduksi harus dengan aturan yaitu dengan pernikahan yang telah diatur dalam agama. Baik itu, sebelum melaksanakan perkawinan (syarat) atau dalam melakasanakan perkawinan (rukun Nikah). Perkawinan adalah sebuah akad yang kuat, dimana para mempelai menjalin ikatan tersebut. Dalam akad, biasanya dilakukan oleh pihak yang melakukan akad dalam artian,orang yang melakukan akad datang dalam satu majlis. Atau setiap orang yang akan melaukan akad saling mengetahui secara langsung satu sama lain. Baik itu dalam jual beli, sewa menyewa dan pernikahan.
Dewasa ini, perkembangan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) sangatlah cepat dalam mengefektifkan aktivitas manusia. Sehingga dapat dikatakan perkembangan IPTEK berpengaruh pada fiqih itu sendiri. Yaitu dalam kenyataannya, ada juga pernikahan yang dilakukan tidak dalam satu majlis, yaitu yang pernah dilakukan oleh Gusdur. Pernikahan Gusdur lewat telpon dan diwakilkan pada waktu akad..
B. PERMASALAHAN
Rukun yang paling pokok dalam pernikahan adalah akad. Aqad perkawinan sangatlah berbeda dengan akad dalam kegiatan muamalah biasa seperti jual beli, sewa menyewa maupun pinjam memminjam. Karena akad ini akan selalu mengikat pada kedua belah pihak selamanya kecuali ada sebab-sebab tertentu. Ini tercantum dalam QS. Annisa’: 21. arti perjanjian disini adalah perjanjian yang kuat. Dikarenakan pernikahan adalah perjanjian yang kuat maka, secara logika pelaksanaan pernikahan harus dilaksanakan dengan baik dan penuh etika. Terutama pada pelaksaan akad. Namun, terlepas dari itu semua dalam realitas social ada yang melakukanh akad nikah tidak dalam satu majlis. Sehingga apakah akad pernikahan itu sah atau tidak?. Namun sebelum menginjak pada sah tau tidaknya akad tidak semajlis akan kami uraikan ruang lingkup dalam pernikahan terlebih dahulu. Sehingga yang perlu dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Ruang lingkup perkawinan?
2. Bagaimana hokum akad nikah yang dilaksanakan tidak dalam satu majlis?
C. PEMBAHASAN
1. Ruang Lingkup perkawinan
Pengertian Nikah
Menurut ilmu fiqh, perkawinan diartikan nikah dan ziwaj. Nikah menurut lughah yaitu menghimpit, menindih atau berkumpul. Kebanyakan ulama fiqh mengartikan nikah adalah makna kiasan. Namun ternyata dalam pemakaiannya belum seragam. Misalnya Imam Abu Hanifah mengartlikan nikah sebagai bersetubuh. Lain halnya dengan Imam Syafi’I menggunakan istilah sebagaimana perjanjian perkawinan..
Al-Fara’ mengatakan: “An-Nukh” adalah sebutan untuk kemaluan. Disebut sebagai akad karena ia merupakan penyebab terjadinya kesepakatan itu sendiri. ”Ibnu Hajar menambahkan: “Demikian itu, yang menurut pandangan saya tepat meskipun lebih banyak dipergunakan dalam arti akad.” Sebagian ulama lainnya mentarjih ijma’ merupakan kinayah yang mengarah pada pengertian yang kurang disenangi (tabu) sehingga cenderung dihindari penggunaannya. Kesimpulannya, nikah itu pda dasarnya berarti akad. Sedangkan Al-Azhari mengatakan: akar kata nikah dalam ungkapan bahasa Arab berarti hubungan badan.
Sedangkan menurut pasal 1UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nikah merupakan amalan yang disyari’atkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah: QS: An-Nisa’: 3
Artinya: Maka nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak dapat berlaku adil maka cukup seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki (An-Nisa’:3)
QS: Annur: 32
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian serta orang-orang yang layak (dari hamba-hamba sahaya) laki-laki dan hamba-hamba sahaya perempuan yang kalian miliki”(An-nur: 32)
Syarat dan Rukun Nikah
Perkawinan dalam islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan saja melainkan lebih dari itu. Sehingga sangatlah tepat bahwa al-Qur’an menjelaskan bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat (miisaqan Gholiiidhon) . sehingga dalam perkawinan diperlukan syarat-syarat yang beda dengan muamalah. Diantara syarat-syarat dalam perkawinan :
- Calon mempelai pria
a. Beragama islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
Sabda Rasulallah:
- Calon mempelai wanita
a. beragama meskipun (Yahudi atau Nasrani)
b. perempuan
c. jelas orangnya
d. dapat dimintai persetujuannya
e. tidak terdapat halangan perkawinan
- Wali nikah
a. laki-laki
b. dewasa
c. mempunyai hak perwalian
d. tidak terdapat halangan perwaliannya
Sabda Rasulllah:
لانكا ح الا بو لي (روه الاربعه و احمد)
Artinya: Tidak sah kecuali dinikahkan oleh wali (Riwayat Ahmad dan Imam Empat)
- Saksi nikah
a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa
Sabda rasullah:
لانكا ح الا بو لي و شا هد عد ل
Artinya: tidak sah suatu akiad nikah kecuali dihadiri wali dan dua orang saksi.
- Ijab qabul.
a. adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
c. memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari dua kata tersebut
d. antara ijab dan qabul bersambungan
e. orang terikat dalam ijab qabul tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.
Sedang dalam KHI (kompilasi hukum islam) menjelaskan rukun nikah dalam pasal 14, yaitu: a) calon suami, b) calon istri, c) wali, d) dua orang saksi, e) ijab qabul.
Syarat-syarat diatas wajib dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan antara pria dan wanita. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka perkawinan tidak dapat dilaksanakan atau dapat disebut sebagai nikah fasid
2. Hukum Pernikahan Beda Majlis
Rukun yang paling pokok dalam perkawinan ialah adanya kesediaan kedua belah pihak, antara calon suami dan calon istri. Keridhaan ini sifatnya kejiwaan (hati), karena itu agar terlihat secara dhahir bahwa kedua belah pihak ridha untuk menikah, maka harus ada bentuk dhahirnya, yaitu dalam bentuk ijab dan qabul.
Pernyataan pertama disebut ijab, lahir dari pihak wanita. Sedangkan pernyataan kedua, datang dari pihak laki-laki, sebagai penerimaan. Dari sinilah kemudian, istilah ijab qabul diketahui sangat familier dalam pelaksanaan perkawinan. Untuk menentukan status hukum suatu perbuatan hukum, menurut syariat islam, harus diketahui terlebih dahulu sumber hukum islam yang paling solid. Adapun rukun akad nikah adalah:
a. Kedua belah pihak (calon mempelai) telah mencapai usia akil baligh
b. Menyatukan tempat pelaksanaan ijab qabul. Dengan pengertian, tidak boleh memisahkan antara ijab dan qabul dengan pembicaraan atau hal-hal lainnya.
Dalam bukunya Ahmad Rofiq yang mengutip dari Kholil rohman menyebutkan syarat-syarat Ijab Qabul yaitu:
a. Adanya pernyataann mengawinkan dari wali.
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria.
c. Menggunakan kata-kata nikah atau tazwij atau terjemahannya.
d. Antara ijab dan qabul dan bersambungan.
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
f. Orang yang melakukan ijab qabul tidak dalam ihram haji atau umroh
g. Majlis ijab qabul harus dihadiri minimal empat orang.
Dengan kemajuan teknologi segala permasalahan dalam kehidupan dapat diatasi, semisal melakukan akad lewat kecanggihan teknologi yang cenderung tidak saling tahu subjek yang melakukan akad. Kini masalahnya bagaimana hukum akad pernikahan yang dilakukan melalui Via telpon yang kedua-duanya tidak saling melihat? Meskipun via telepon ini sangat efektif dan efisien. Syarat satu majlis dalam perkawinan adalah penting ini karena agar tidak terjadi rekayasa maupun penipuan dalam akad perkawinan. Kalau hal ini terjadi akan berakibat fatal, yaitu tidak halalnya hubungan antara pria dan wanita.
Selain itu, perkawinan dalam islam merupakan perjanjian yang sangat kuat, sehingga apabila akad dilakukan tidak semajlis seakan-akan menganggap enteng sebuah perjanjian yang dibuat oleh kedua calon mempelai. Sebagaimana firman Allah: QS: Annisa’: 21
Artinya: Bagaimana kamu mengambil harta yang telah kamu berikan kepada bekas istrimu, padahal sebagian kamu telah menunaikan kewajiban (bercampur), dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka istrimu telah mengambil darimu sebuah perjanjioan yang kuat. (QS: An-Nisa’: 21).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan pernikahan, harus dilakukan dengan penuh hati-hati. Terutama pada saat melaksanakan akad. Karena dengan akad inilah hubungan menjadi halal. Dalam akad perkawinan tidak diperkenankan hanya sekedar suka sama suka dan saling menerima meskipun tidak dalam satu majlis. Namun lebih dari itu para orang yang melakukan akad harus berada dalam satu majlis.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh para ulama penganut madzhab Hanafi dan Hanbali: “jika qabul terhadap ijab tersebut dilakukan dengan selang waktu, maka yang demikian itu masih tetap sah, selama masih berada dalam majlis.”
Berbeda dengan keadaan yang memaksa, sehingga tidak ada jalan lain selain harus lewat via telepon dan semacamnya dalam melaksanakan akad. Memanfaatkan kemajuan sains boleh-boleh saja, tidak ada larangan dalam menggunakan kemajuan sains. Asalkan masih dalam koridor syari’ah. Firman Allah: Al-Baqoroh: 173
•
Artinya: ……tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya” (QS. Al-Baqoroh: 173).
Sebagai contoh: Sarimin akan melansungkan akad nikah dengan si A, namun sebelum akad nikah dilaksanakan dan dia dalam perjalanan diancam akan dibunuh oleh si B yang cintanya ditolak oleh si A. maka Sarimin diperbolehkan melaksanakan akad lewat telpon.
Dari permasalahan diatas, hukum nikah lewat elektronik (via telepon) itu adalah tidak boleh karena dikhawatirkan terjadi rekayasa dan penipuan. Namun, bila terjadi dalam keadaan mendesak dan terpaksa akad harus dilakukan di lain majlis itu diperkenankan. Ini dikarenakan adanya keadaan doruriyah. Maka menurut kaidah ushuliah dapat memperoleh rukhsoh (memperbolehkan apa yang dilarang dengan dalil disamping menegakkan dalil larangan) atau keringanan. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 173.
•
Artinya: Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 173)
Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan rukhsoh sebagai hukum keringanan yang disyariatkan oleh Allah atas orang muklallaf dalam kondisi-kondisi yang menghendaki keringanan atau sesuatu yang telah disyariatkan oleh Allah karena uzhur kesulitan dalam kondisi-kondisi tertentu atau membolehkan yang dilarang karena adanya dalil, sekalipun dalil larangan itu tetap berlaku.
Sedangkan dipandang dari sudut kaidah fiqhiyah, Akad yang tidak semajlis itu sah karena doruriyah (keadaan memaksa) maka akad itu tetap sah. Adapun pengertia doruriyah itu sendiri adalah :
Menurut Wahbah Az-Zuhaili, darurat adalah “Datangnya kondisi bahaya atau kesulitan yang amat berat kepada diri manusia, yang membuat dia khawatir akan membuat kerusakan atau sesuatu yang menyakiti jiwa, anggota tubuh, kehormatan, akal, harta dan yang bertalian dengannya. Ketika itu boleh mengerjakan apa yang diharamkan oleh syara’ atau menunda waktu pelaksanaan guna menghindari kemudorotan yang diperkirakannya dapat menimpa dirinya selama tidak keluar dari syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’”. Dalam kaidah dasarnya adalah:
االضرور تنبيح المحظورت
Artinya: “Darurat membolehkan sesuatu yang dilarang karena adanya darurat atau kebutuhan”
Jadi mukallaf boleh mengikuti hukum rukhsoh untuk meringankan dirinya, dan dia boleh mengikuti hukum azimah dengan menanggung resiko kesulitan. Maka dalam hal ini manusia diwajibkan menghindari bahaya dan mengikuti hukum rukhsoh. Sebagaimana firman Allah:
Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”. (QS. Albaqarah: 195).
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri”(QS. Annisa’: 29)
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa hukum yang disyari’atkan itu ialah menjadi darurat sebagai sebab dalam membolehkan perkara yang dilarang, atau datangnya uzdur sebagai sebab dalam meringankan dengan meninggalkan hukum wajib, atau menghilangkan kesempitan manusia sebagaai sebab membenarkan sebagian. Jadi hukum ialah menampakkan sebab untuk akibat.
D. KESIMPULAN
Dengan timbulnya akad, dalam perkawinan menimbulkan hubungan batin antara para mempelai. akad tersebut juga dapat menimbulkan hukum yaitu halalnya hubungan antara pria dan wanita. Akad dapat dimanifestasikan dalam ijab dan qabul. Menurut jumhur ulama fiqh, akad harus dilaksanakan dalam satu majlis. Yaitu dihadiri oleh mempelai pria dan wali dari mempelai wanita. Tidak sah akad nikah yang dilaksanakan terpisah antara ijab dan qabul.
Meskipun dengan kemajuan teknologi akad dapat dilakukan secara terpisah, tetap saja tidak mensahkan perkawinan karena dikhawatirkan terjadinya penipuan dan rekayasa dan pernikahan merupakan ikatan yang sangat kuat. Dengan ikatan yang sangat kuat konsekuensi logisnya, para pihak yang melaksanakan akad harus berada dalam semajlis. Namun Islam memberikan kelonggaran bagi ummatnya yaitu akad boleh dilakukan secara terpisah kalau memang dalam keadaan dhoruriyah (terpaksa) sehingga mendapat rukhsoh (keringanan). Allah telah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 195
•
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(Al-baqarah: 195).
Begitu fleksibel, islam dalam mengatur pemeluk-pemeluknya. Dengan adanya rukhsoh tersebut, sesuatu yang asalnya tidak boleh dilakukan maka boleh dilakukan karena keadaan dhoruriyah. Maka dapat ditegaskan bahwa keadaan dhoruryiah itu merupakan keadaan yang sangat urgensi, karena hal ini akan berpengaruh pada keselamatan unsur terpenting bagi manusia. Namun menurut hemat penulis, lebih baik jika pernikahannya ditunda sampai pada waktu yang tepat untuk melaksanakan pernikahan tersebut.
E. SARAN
Sungguh kecongkakan dan kesombongan intelektual bila pemakalah menganggap pemaparan dalam makalah ini sempurna atau bersifat final. Oleh karena itu, pemakalah berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini berkenan memberikan kritik yang konstruktif ataupun mendekonstruksi substansi maupun metodologi bila memang diperlukan. Demikian pemaparan mengenai hukum akad perkawinan yang dilaksanakan tidak semajlis. Tentunya dalam pemaparan makalah kami ini masih banyak kekurangan baik dari segi substansi materi maupun segi metodologi istinbat hukum. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam kancah intelektual.Amiin.
Daftar Pustaka
- Al-San’ani, Subul al-Salam, Juz.III, jld. 2, Kairo: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, 1379 H/1960 M.
- Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: al-Waah, 1989.
- Imam Musbikin, Qawaid Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
- Kamil, Syaikh Muhammad ‘Uwaidah, Fiqh Wanita Edisi Lengkap, Jakarta: Pustska Al-Kaustar, 2006, Cet. 23.
- Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Humaniora Utama Prees, 1992.
- Qurroh, A, Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Melalui Internet, Jakarta: Golden Terayon Press, 1997
- Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada: 1995.
- Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 6, kairo: Maktabah al-Adab.
- Undang-Unmdang Perkawinan, Semarang: Bringin Jaya.,tt.,
- Wahab Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam, Jakarta: Gaya Media pratama, 1997.
- WAhab, Abdul Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Cet. V., Jakarta: Asdi Maha Stya, 2005.
- Wahab, Abdul Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1991.
#
animation
tentang penulis

- Musthofa'
- akhirat, neraka, Indonesia
- berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan
Rabu, 29 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar