animation

tentang penulis

Foto saya
akhirat, neraka, Indonesia
berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan

Senin, 02 November 2009

Penundaan Keputusan Pejabat TUN

PENUNDAAN KEPUTUSAN
PEJABAT TATA USAHA NEGARA


I. PENDAHULUAN
Perkembangan praktek peradilan mengenai KTUN sebagai objek gugatan di Pengadilan TUN yang dalam beberapa tahun terakhir ini marak digugat, yaitu berupa produk-produk hukum berupa Surat Keputusan, dimana Pejabat yang menerbitkannya secara formal berada di luar lingkup Tata Usaha Negara, tetapi substansinya merupakan urusan pemerintahan, misalnya: Surat-surat Keputusan Ketua DPRD mengenai penentuan bakal calon Bupati, Walikota, dan sebagainya, ataupun juga Surat-surat Keputusan Ketua Partai Politik, dan sebagainya.
Karena dalam keputusan tersebut mengandung asas praduga rectmatig (sah secara hukum atau legal). Menurut M. Hadjon asas praduga rectmatig adalah ver moden van rechmaticheid = (prasumtio iustse caura) artinya, setiap tindakan penguasa dianggap sah sampai ada pembatalan.
Dengan asas tersebut, maka setiap keputusan yang diambil oleh para pegawai TUN adalah sah. Namun, dalam Undang-Undang PTUN para pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan dan dapat membatalkan keputusan tersebut.
Ada gugatan-gugatan yang objek gugatannya berupa surat-surat Keputusan Pejabat TUN yang diterbitkan atas dasar kewenangannya yang berada di luar urusan pemerintahan (eksekutif), misalnya: dibidang ketatanegaraan, atau berkaitan dengan bidang politik. Selain itu ada keputusan-keputusan TUN yang menimbulkan titik singgung dengan aspek hukum perdata dalam tugas dan fungsi pemerintahan.
Keputusan-keputusan dari pejabat TUN sebelum pembatalan dilakukan, Undang-Undang Acara PTUN memberikan ruang gerak untuk menunda keputusan tersebut, yang tertera dalam pasal 63. Akan tetapi harus dengan syarat-syarat tertentu dan atas keputusan pengadilan selama pemeriksaan.

II. PERMASALAHAN
Dari latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah:
- Bagaimana Kriteria-kriteria penundaan pelaksanaan keputusan pejabat TUN?
- Bagaimana Penetapan penundaan pelaksanaan keputusan?
III. PEMBAHASAN
A. Kriteria-kriteria Penundaan Pelaksanaan Keputusan Pejabat TUN
Setiap pejabat Tata Usaha Negara (TUN) memiliki wewenamg dalam mengeluarkan keputusan, namun keputusan tersebut bukanlah semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan publik. Dalam ilmu Hukum Administrasi menurut A.V. Dicy, yang dikutip oleh CST Kansil dan Cristine ST. Kansil menyebutkan bahwa Administrasi Negara adalah mempersoalkan kekuasaan apa yang dimiliki oleh pemerintah, sampai dimana batas kekuasaan itu dan bagaimana cara untuk mencegah agar pemerintah tidak membuat ketentuan yang sewenwng-wenwng.
Dalam tata hukum di Indonesia menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN berdasarkan tata perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual dan final.
Oleh karena itu, sebelum KTUN itu langsung, para penerima keputusan dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN. Untuk membuktikan apakah keputusannnya sesuai mempunyai effek yang yang sangat besar atau tidak bila keputusan tersebut masih dijalankan. Permohonan tersebut telah diatur dalam pasal 67 UU PTUN, yang menyebutkan sebagai berikut:
(1) gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan atau pejabat TUN serta tindakan badan atau pejabat TUN yang digugat.
(2) penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan sengketa KTUN itu ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
(4) permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2):
a. Dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika KTUN yang digugat itu tetap dilaksanakan.
b. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Terdapatnya keadaan yang sanagat mendesak tidak dapat dipungkiri adalah merupakan kepentingan subjektif dari penggugat, sebaliknya terdapatnya unsure kepentingan umum atau kepentingan pembangunan juga tidak dapat dipungkiri dapat merupakan sesuatu yang relative, karena istilah-istilah itu disamping sangat mudah untuk diselewengkan juga ukuran atau kriterianya sampai sekarang masih terlalu abstrak. Oleh karenanya, untuk menilai kedua kepentingan itu, diperlukan sikap obyektif, kemandirian dan pengetahuan yang luas dari hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tersebut.
Dengan adanya kata “dapat”, dalam pasal 67 ayat 3, Indrohartono menfsirkan bahwa “permohonan penundaan KTUN dapat diajukan baik:
a. di dalam atau bersama-sama surat gugatan.
b. selama perkara itu diperiksa baik, dengan acara pemeriksaan biasa maupun acara pemeriksaan cepat.”
B. Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan
Dalam penjelasan pasal 67 ayat 4 terdapat penjelasannya antara lain disebutkan bahwa pengadilan akan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN tersebut hanyan apabila:
1. terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita penggugat akan sanagat idak seimbang disbanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh pelaksanaan KTUN tersebut; atau
2. pelaksanaan KTUN yang digugat itu tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.
Adapun sifat penundaan pelaksanaan KTUN adalah bersifat sementara, yaitu selama pemeriksaan sengketa TUN tersebut sedang berjalan sampai ada putusan pengadilan yang tetap.
Permohonan penundaan pelaksanaan KTUN tersebut adalah bersumber dari ketentuan pasal 67 tersebut di atas, karena pasal tersebut memuat asas praduga rechtmatig terhadap semua KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, bahkan gugatan terhadap recmatihg tidaknya KTUN tersebut tidak menunda pelaksanaan KTUN tersebut.
Dengan demikian, apabila diberikan kesempatan kapada penggugat untuk mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN tersebut, maka di khawatirkan apabila ternyata pengadilan memutuskan KTUN itu tidak sah sudah terlambat alias percuma, karena kerugian yang diderita penggugat akibat telah dilaksanakannya KTUN tidak sebanding dengan kemenangan yang diperolehnya.
Namun sulit diterima kalau permohonan itu baru diajukan setelah tingkat pembuktian selesai ataupun baru ditingkat banding. Sebab pada tingkat pemeriksaan itu sudah tiba waktunya untuk menentukan dikabulkan tidaknya permohonan penundaan yang bersangkutan. Karena data-data yang diperlukan sudah dianggap cukup diperoleh. Sedang pemeriksaan ditingkat banding itu semata-mata tertuju kepada apakah yang ditetapkan oleh hakim tingkat pertama itu menurut hukum sudah tepat atau belum.
Berbeda halnya menurut A. Soedjadi yang dikutip oleh Zairin Harahap mengatakan bahwa permohonan penundaan pelaksanaan KTUN dapat diajukan sewaktu-waktu, baik bersama-sama dengan gugatan, selama sengketa diperiksa ditingkat pertama, di tingkat banding maupun tingkat kasasi. Pendapat yang dikemukakan terakhir ini lebih memberikan perlindungan hukum kepada penggugat.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa permohonan penundaan dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika KTUN yang digugat itu tetap dilaksanakan dan Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Terdapatnya keadaan yang sangat mendesak tidak dapat dipungkiri adalah merupakan kepentingan subjektif dari penggugat, sebaliknya terdapatnya unsur kepentingan umum atau kepentingan pembangunan juga tidak dapat dipungkiri dapat merupakan sesuatu yang relative.
Adapun sifat penundaan pelaksanaan KTUN adalah bersifat sementara, yaitu selama pemeriksaan sengketa TUN tersebut sedang berjalan sampai ada putusan pengadilan yang tetap
V. PENUTUP
Sungguh kecongkakan dan kesombongan intelektual bila pemakalah menganggap pemaparan dalam makalah ini sempurna atau bersifat final. Oleh karena itu, pemakalah berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini berkenan memberikan kritik yang konstruktif ataupun mendekonstruksi substansi maupun metodologi bila memang diperlukan. Demikian pemaparan makalah ini mengenai Penundaan Pelaksanaan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara .Tentunya dalam pemaparan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi substansi materi maupun segi metodologi istinbat hukum. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam kancah intelektual.Amiin.



Daftar Pustaka

- Hadjon M., dkk., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press: Yogyakarta, Cet. IV.

- Kansil CST dan Cristine ST. Kansil, 2003, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2, Aneka Cipta.: Jakarta.

- Effendi HAM., 1994, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Mahdi Offset: Semarang.
- Soetami Siti, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: Refika Aditama, 2001.

- Indriharto,1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Tata Usaha Negara Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Cet. I.,: Bandung.

- Harahap Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, edisi revisi, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2005.

- Wiyono R., Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cet.II., Sinar Grafika Offset: Jakarta, 2008. #

Tidak ada komentar: