animation

tentang penulis

Foto saya
akhirat, neraka, Indonesia
berhenti tidak ada dijalan ini...berhenti berarti mati...lengah meski sekilas pasti tergilas......mereka yang maju merekalah yang bergerak kedepan

Rabu, 11 November 2009

Gender dan Hadist Perempuan

GENDER DAN TEKS-TEKS HADIST
TENTANG WANITA


I. Pendahuluan
Pada saat Muhammad SAW diutus membawa misi kenabian, Arab kala itu berada pada masa kegelapan budaya yang sangat luar biasa, meski secara peradaban bangsa ini justru menunjukkan sesuatu yang relatif sebaliknya. Masa ini dalam beberapa literatur sejarah klasik Islam diperkenalkan dengan nama Al-Ashr al-Jahili (Abad Kebodohan).
Para ahli sejarah mencatat bahwa kejahiliahan abad ini jelas tidak merujuk kepada kegelapan peradaban. Bagaimana mungkin kebodohan itu dirujuk kepada peradaban yang terbangun pada masa itu? padahal bangsa ini saat itu telah memiliki banyak sekali sastrawan dan apresiasi terhadap karya sastra yang demikian tinggi. Petunjuk lain yang juga menjelaskan tesis ini adalah bahwa perdagangan di wilayah gurun tandus itu mengalami perkembangan yang begitu gemilang, sehingga Arab menjadi jalur sutra bagi lalu lintas perdagangan negara maju yang ada di sekitarnya, seperti Romawi dan Persia.
Mungkin sudah menjadi sunnatullah jika Arab ketika itu mengalami kejahiliahan budaya, karena pada akhirnya Allah mengutus Rasul dari lingkungan itu yang memperbaharuhi sitem budaya yang tlah mapan di sana. Salah satu contoh kejahiliahan budaya yang diangkat al-Qur'an, selain permasalahan keyakinan bangsa ini yang menyembah patung dan berhala hasil buatan mereka sendiri, adalah mengenai tradisi membunuh hidup-hidup setiap bayi perempuan yang terlahir.
Dari kejadian itu, maka islam telah melahirkan peradaban yang menjunjung hak wanita, namun masih banyak hadist yang telah menyinggung hak-hak wanita. Sehingga timbul pertanyaan apakah islam belum menjamin hak wanita secara sempurna ataukah hadist tersebut adalah hadist yang bermasalah atau lemah (Do’if)?


II. Permasalahan
Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan coba diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana keadaan wanita pra islam?
b. Bagaimana keadaan wanita setelah islam datang persektif Hadits?
III. Pembahasan
A. keadaan wanita pra islam
Perempuan dalam masyarakat Yunani berada pada titik terendah. Mereka dikucilkan masyarakat dan tinggal di rumah sebagai hiasan. Tugas mereka adalah melahirkan anak dengan posisi tidak lebih dari seorang pembantu dan tak memiliki hak waris.
Dalam masyarakat Romawi, laki-laki adalah segalanya dan perempuan sama sekali tak dianggap. Jika dinikahi seorang pria, perempuan masuk ke dalam perintahnya dan memiliki status hukum seperti anaknya. Wanita tak lagi memiliki hubungan dengan keluarganya. Suami berhak mengadili dan menghukumnya jika dituduh berbuat kriminal. Bahkan, suami punya hak untuk membunuhnya.
Agama Yahudi memosisikan wanita seperti pembantu. Sang ayah berhak menjualnya dan ia tidak mendapat warisan. Bagi mereka, warisan khusus bagi naak-anak. Sedikit pengecualian, sang ayah dibolehkan menyumbang sedikit hartanya. Yahudi menganggap anak perempuan sebagai laknat. Menurut mereka karena perempuanlah yang menggoda Adam. Mereka menganggap bahwa wanita lebih pahit dari kematian dan hanya orang baiklah yang dapat selamat.
Adapun perempuan menurut Kristen, hasil kesimpulan dari pertemuan di Paris pada tahun 586 M, wanita adalah makhluk yang diciptakan untuk melayani pria.
Perempuan menurut masyarakat Arab pra-Islam tak kalah hina dari masyarakat sebelumnya. Sebagian besar hak-hak perempuan dihapuskan. Orang Arab pra-Islam bersedih dengan kelahiran anak perempuan, karena merupakan bencana dan aib bagi ayah dan keluarganya, sehingga mereka membunuhnya, tanpa undang-undang dan tradisi yang melindunginya.
Al-Qur'an mencatat sikap jahiliah mereka terhadap perempuan sebagai berikut.
"Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menaggung kahinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu." (An-Nahl: 58-59).
Demikianlah posisi perempuan dalam masyarakat sebelum Islam.
B. keadaan wanita setelah islam datang persektif Hadits
1. Pandangan Al-Qur’an Terhadap Wanita
Ketika datang, Islam memuliakan, menjaga, dan memberi perempuan hak-hak yang tidak dinikmati sebelumnya. Islam menetapkan bahwa dalam soal kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama. Allah SWT berfirman,

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya." (An-Nisa': 1).

Allah menetapkan bahwa perempuan adalah saudara pria karena berasal dari satu ayah dan satu ibu. Allah berfirman,
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal." (Al-Hujarat: 13).

Oleh karena itu, Islam memberi perempuan sejumlah hak, menugasinya dengan sejumlah kewajiban, memberinya kesempatan untuk beribadah, dan tugas-tugas syariat lainnya. Perempuan dan laki-laki diberi kesetaraan dalam pahala. Allah berfirman,
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain'." (Ali Imran: 195).

Allah juga memerintahkan mereka untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar seperti halnya laki-laki. Allah berfirman,
"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." (At-Taubah: 71).

Hal yang tak dapat dipungkiri oleh siapa pun adalah bahwa Allah menciptakan perempuan dengan karakter dan tabiat yang berbeda dengan laki-laki. Oleh karena itu, syariat datang dengan hukum-hukum yang sesuai dengan kondisinya. Islam menetapkan hak dan kewajiban perempuan sesuai fitrahnya dan oleh karena itu batas-batas itu tidak boleh dilanggar.
Selain itu, Islam menetapkan hukum tertentu yang tidak boleh dilanggar perempuan karena hal itu akan menimbulkan masalah dan merusak keseimbangan. Hal serupa berlaku bagi laki-laki. Allah SWT Mahatahu tentang kondisi hamba-hamba-Nya.
Rasulullah datang membawa hadits yang menjelaskan dan merinci keterangan umum dalam Al-Qur'an. Jika hadits itu benar, mustahil ia akan kontradiktif dengan Al-Qur'an. Tak satu pun hadits--jika benar bersumber dari Rasul--bertentangan dengan Al-Qur'an. Jika seseorang melihatnya bertentangan dengan Al-Qur'an, berarti ada yang salah dalam pikirannya sehingga keliru memahami.
2. Koreksi Hadits Tentang Wanita
A. Hadits Yang Mendukung Wanita
Misi utama kenabian Muhammad SAW adalah mengangkat kaum tertindas, yang salah satunya ketika itu adalah wanita. Sebelum kedatangan Islam, posisi wanita sungguh sangat tak bernilai. Bagaimana tidak? Sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik menyebutkan bahwa: "Orang Yahudi, ketika seorang wanita mereka sedang mengalami menstruasi, mereka tidak mau makan dan bercengkrama bersama wanita itu." (Shahih Muslim, nomer hadis 455).
Dalam riwayat yang lain disebutkan, bahwa di samping tidak boleh makan dan bercengkerama bersama, seorang wanita yang sedang menstruasi tidak juga diperbolehkan minum dengan gelas yang sama. Malah lebih parah dari itu, mereka membuat tempat khusus semacam "kandang" untuk wanita yang sedang menstruasi, agar tidak dapat berkomunikasi dengan siapa pun. Ini mereka lakukan lantaran mereka menganggap darah menstruasi adalah darah kutukan.
Prof. Musthofa dalam artikelnya menyebutkan bahwa Baru setelah Islam datang, lanjutan hadis di atas menyebutkan, bahwa wanita tetap dibolehkan makan bersama, minum bersama, atau melakukan apa saja bersama suaminya, asal bukan berhubungan suami isteri. Ini jelas kemajuan luar biasa dalam penghormatan harkat dan martabat wanita yang sesungguhnya sejajar dan setara dalam agama.
Melalui hadis itu, harkat dan martabat wanita mengalami peningkatan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan akan terwujud. Menstruasi yang sebelumnya dianggap sebagai darah kutukan, dalam beberapa hadis justru dianggap sebagai sesuatu yang kodrati saja. Bahkan, Islam, melalui beberapa hadis, memberikan rukhshah (dispensasi) kepada wanita yang sedang menstruasi untuk dapat meninggalkan shalat, membaca al-Qur'an, dan berpuasa.
Masih banyak hadis lain yang memberi peluang dan kesempatan yang sama terhadap wanita, seperti peluang dan kesempatan yang umum diperoleh lelaki. Abu Daud dalam kitab sunannya, misalnya, menurunkan satu hadis yang menjadi sabab nuzul ayat 1 surat al-Mujadilah.
Dalam hadis itu, terekam dengan jelas oleh kita betapa seorang isteri, Khuwailah binti Malik bin Tsa'labah, diberikan hak dengan leluasa untuk memperkarakan perilaku aniaya yang dilakukan oleh suaminya. Akhirnya, seperti diceritakan hadis itu, suami Khuwailah dikenai kewajiban membayar kaffarat atas perbuatan aniaya yang dilakukannya (Sunan Abi Daud, nomer hadis 1892).
Tidak hanya itu, rekaman beberapa hadis menunjukkan betapa wanita juga diberikan kebebasan untuk berbicara mengenai beberapa hal yang menjadi permasalahan mereka, seperti relasi suami-isteri, masalah kesehatan, bahkan urusan "dalam" kewanitaan. Ambil contoh, mengenai seorang wanita bernama Fatimah binti Abi Hubaisy yang menanyakan mengenai perbedaan antara darah haid dan darah istihadhah (Sunan al-Tirmidzi, 116).
B. Hadits Yang Bermasalah
Sebagian pemerhati masalah perempuan menggugat beberapa hadis yang mereka anggap diskriminatif terhadap kepentingan perempuan. Salah satu hadis yang sering dianggap "bermasalah" oleh mereka adalah hadis mengenai beberapa hal yang dapat mengganggu kekhusyu'an shalat. Dalam hadis itu disebutkan ada tiga hal: wanita, keledai, dan anjing.
عن عبد الله بن مغفل عن النبي صلى الله عليه وسلم قال يقطع الصلاة المرأة والكلب والحمار
Dari Abdillah bin Mughaffal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : “Terputus shalat seseorang karena (dilewati) wanita, anjing, dan keledai” [HR. Ibnu Majah no. 951, Ahmad 4/86 no. 16843, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth].

عن بن عباس رفعه شعبة قال يقطع الصلاة المرأة الحائض والكلب

Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhu secara marfu’ : “Terputus shalat seseorang karena (dilewati) wanita haidl dan anjing” [HR. Abu Dawud no. 703, Ibnu Majah no. 949, Ibnu Hibban no. 2387, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth] .
Selain hadis di atas, banyak lagi hadis-hadis lain yang kalau dilihat secara sekilas tentu akan memunculkan komplain dari kalangan pemerhati gender. Sebut saja, misalnya, hadis tentang "perintah" kepada isteri untuk "menyembah" suaminya, wanita harus melayani keinginan biologis sang suami dimanapun ia berada dan dalam keadaan yang tidak diinginkannya sekalipun, kegiatan wanita banyak di "rumah"-kan, wanita adalah penghuni neraka paling banyak.
Dalam matan hadits nabi secara leksikal juga menyebutkan bahwa:
Seandainya seorang istri menjadikan seluruh malamnya untuk beribadah dan siangnya berpuasa sementara suaminya mengajak dia tidur (bersetubuh) tetapi ia terlambat sebentar memenuhi ajakannya, maka kelak di hari kiamat ia dating dalam keadaaan terantai dan terbelenggu, serta ia dikumpulkan bersama setan di tempat yang paling bawah.

Syeikh Muhammad al-Ghazali, salah seorang ulama Al-Azhar Mesir yang kontroversial, meragukan kebenaran hadis ini sebagai sabda Nabi. Menurutnya, mana mungkin Nabi mengatakan demikian? Sedang pada hadis yang lain Nabi mengatakan bahwa wanita adalah penyejuk mata beliau ketika shalat. Mengapa di sini wanita disejajarkan dengan keledai dan anjing?
Dengan melihat matan Hadits di atas secara sekilas telah menunjukkan adanya pendiskriminasian seorang wanita. Sehingga yang menjadi permasalahan dari hadits-hadits di atas terlepas dari sohih atau tidaknya hadits adalah pertama apakah hadits itu benar-benar dari rasulallah. Kedua apakah bebera hadits di atas perlu adanya reinterpretasi.namun, meskipun terdapat hadits yang sangat bermasalah, dalam redaksai hadits yang lain banyak yang melindungi hak-hak wanita dan tidak bias gender.
Siti Musdah Mulia menyebutkan bahwa pada masa rasulallah dan sahabat rasul banyak sekali wanita-wanita yang memegang peranan penting. Diantaranya yaitu:
- Tercatat ada 1.232 perempuan yang menerima dan meriwayatkan hadits, bahkan ummul mukminin siti ‘Aisyah tercatat sebagai bendaharawan hadits. Beliau meriwayatkan 2.210 hadits.
- Khodijah binti Khuwailid, sukses dalam dunia bisnis.
- Al-Syifa ditunjuk Umar sebagai manager pasar di Madinah.
- Zainab Istri Ibnu Mas’ud dan Asma’ binti Abu Bakar keluar rumah mencari nafkah untuk keluarganya.
- Nusaibah binti Ka’ab tercatat sebagai perempuan yang memanggul senjata melindungi Rasulallah dalam perang Uhud.
Sedangkan menurut Wardah Hafizd berpendapat bahwa pesan dasar al-Qur’an adalah keadilan dan persamaan hak. Dalam analisa yang disumbangkan oleh Ashghar Ali Enginer bahwa pengisolasian terhadap perempuan dalam masyarakat islam dikeluarkan oleh teolog ortodog. Padahal itu tidak dipraktekan pada zaman rasulallah. Sedangkan menurut Amin Abdillah menyatakan bahwa perlu adanya reinterpretasi hadits-hadits yang mendiskriminasikan wanita.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa islam, yang dirurunkan oleh tuhan lewat Nabi Muhammad dengan wahyunya yang agung telah melindungi hak-hak wanita yang zaman dulu telah ditindas oleh kaum jahiliyah. Dan pesan al-Qur’an tersebut telah diperjelas oleh hadits-hadits rosulallah yang agung. Banyak sekali hadits-hadits yang melindungi hak-hak perempuan.
Meskipun terdapat hadits-hadits yang bermasalah meskipun telah dianggap sohih oleh sebagian besar kaum muslim di dunia, yaitu telah mendiskriminasi perempuan seharusnya ada reinterpretasi terhadap hadits tersebut. Jangan sampai hadits bertentangan dengan al-Qur’an. Karena apa yang didalilkan oleh rasulallah merupakan berdasarkan pada wahyu.
V. Saran
Sungguh kecongkakan dan kesombongan intelektual bila pemakalah menganggap pemaparan dalam makalah ini sempurna atau bersifat final. Oleh karena itu, pemakalah berharap kepada semua pihak yang membaca makalah ini berkenan memberikan kritik yang konstruktif ataupun mendekonstruksi substansi maupun metodologi bila memang diperlukan. Demikian pemaparan tentang Gender dan Teks-teks Hadits Tentang Wanita. Tentunya dalam pemaparan makalah kami ini masih banyak kekurangan baik dari segi substansi materi maupun segi metodologi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam kancah intelektual.Amiin

























Daftar Pustaka

- Ali Ashghar Enginer, Pembebasan Perempuan, terjemahan dari The Qur’an Woman and Modern Society, oleh Agus Nuryanto, LKis: Yogyakarta, 1999.

- Sarief Abu Muhammad Abdul Hadi, Wa 'Asyiruhunna bil Ma'ruf, aktabah at-Turats al-Islami, Kairo, cet. pertama, tahun 1988.

- Hafizd Wardah, Feminisme; Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Perempuan, Pustaka Hidayah: Bandung, 1997.

- [HR. Ibnu Majah no. 951, Ahmad 4/86 no. 16843, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth].

- [HR. Abu Dawud no. 703, Ibnu Majah no. 949, Ibnu Hibban no. 2387, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth].

- Hardiyanto, Citra Perempuan dalam Islam Pandangan Ormas Keagamaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

- Musdah Siti Mulia, Muslimah Reformis; Perempuan Pembaru Keagamaan, PT Mizan Pustaka,: Bandung, 2005.

- Pusat Sudi Islam dan Kemuhammadiyahan UMM dalam M.Amin Abdiillah, Islam dan Problem Gender, Telaah Kepemimpinan Wanita dalam Perspektif Tarjih Muhammadiyah.Adtya Mediya: Yogyakarta, 2000.


- http://www.kikil.org/forum/Thread-wanita-dalam-tinjauan-hadis. #

Tidak ada komentar: